Siapa sih yang saat ini tidak mengenal blog?
Sebuah media yang digunakan untuk berbagi bermacam topik, melalui tulisan. Meskipun kini sudah banyak media sosial yang juga bisa digunakan untuk berbagi pemikiran, atau berbagi ide kepada publik, namun blog masih mendapat tempat di hati penggunanya. Termasuk saya.
Blog, Media Aliran Rasa
Jika saya ditanya, kenapa masih (mencoba konsisten) menulis di blog, maka salah satu jawabannya adalah, karena blog bagi saya merupakan media aliran rasa. Saya bisa lebih bebas mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran saya, menceritakan sebuah kisah, atau memberikan pendapat akan suatu hal, saat saya menuliskannya di blog. Meskipun saya memiliki akun media sosial seperti Facebook atau Instagram, namun saya merasa lebih bisa mengekspresikan diri dan bercerita panjang lebar di blog.
Bagi saya, media sosial yang lain terlalu “gemerlap”, dan seringkali saya kadang enggan menulis banyak hal disana. Sedangkan blog, seperti menjadi ruang bagi saya untuk tetap menjadi diri sendiri, dan mengalirkan rasa yang membuncah dalam diri.
Awal Berkenalan dengan Blog
Saya mengenal blog bukan dalam bilangan satu atau dua tahun ini saja. Lebih dari sepulluh tahun terakhir saya sudah mengenal blog. Dulu, saat saya mengenal blog, rasanya belum banyak orang yang memiliki blog dan menulis disana. Saya mulai menulis di blog ketika komunitas yang saya ikuti membuat blog komunitas, dan semua anggota komunitas diizinkan untuk meramaikan blog tersebut, sambil belajar menulis di ruang publik. Saat itu saya belum terpikir untuk memiliki blog pribadi.
Untuk menulis di blog komunitas tersebut, bagi saya bukanlah hal yang mudah. Saya belum terbiasa untuk bercerita atau memberikan gagasan secara terbuka di ruang publik. Ada rasa enggan dan malu pada awalnya. Atau saya masih bingung tentang apa yang akan saya tulis disana. Saya melihat tulisan teman-teman yang lain begitu mengalir, ceritanya sangat enak dibaca, dan jujur, saya menjadi minder untuk ikut menulis disana.

Lalu kenapa saya pada akhirnya berani menulis di blog komunitas tersebut?
Saat itu, ketentuan untuk menulis disana adalah setiap penulis harus menggunakan nama pena, bukan nama sebenarnya. Jadi saya merasa tidak akan ada orang yang tahu bahwa itu adalah tulisan saya. Sehingga saya berani memulai menulis disana.. Lalu saat diadakan kompetisi menulis di blog komunitas setiap bulannya, saya menjadi tertantang untuk mencoba menulis lebih banyak di blog.
Membuat Blog Pribadi
Setelah saya merasa nyaman menulis di blog komunitas, saya baru terpikir untuk membuat blog pribadi. Teman-teman saya di komunitas sudah lebih dahulu membuat blog pribadi. Secara tidak langsung, mereka juga menginspirasi saya untuk membuat blog pribadi.
Sepertinya, memiliki blog pribadi akan jauh lebih menyenangkan bagi saya, pikir saya saat itu. Selain memang saya sudah suka menulis sebelumya, saya merasa bahwa blog bisa menjadi “buku harian digital” bagi saya. Mengisi blog pribadi tentunya akan lebih mudah, karena saya bebas mau menulis apapun disana. Sesuai dengan gaya dan kepribadian saya.
Akhirnya saya belajar untuk membuat blog pribadi. Lalu mengisinya? Tentu saja saat ingat dan belum konsisten, hehehe..
Berpindah “Rumah”
Dalam sepuluh tahun terakhir sejak pertama kali saya membuat blog, sudah beberapa kali saya berpindah “rumah” alias berganti alamat blog. Namanya juga sedang mencari rumah yang tepat, maka saya mencoba beberapa domain gratis untuk blog saya. Saya mencoba fitur-fitur yang ada di dalamnya, untuk mengetahui mana yang lebih nyaman saya gunakan. Tentu saja ini preferensi pribadi. Pasti berbeda-beda untuk tiap orang.
Atau alasan lain untuk berpindah alamat blog adalah ketika saya ingin mengganti fokus tema tulisan yang akan saya tampilkan di blog. Dulu saya pernah menulis topik apapun di blog, sehingga tema tulisan di blog tersebut sangat banyak, acak dan terlalu luas. Akhirnya saya memilih membuat blog baru agar lebih fokus dalam menulis, dan pembaca tidak bingung dengan tulisan-tulisan saya yang kesana kemari, hehe..
Naik Turun Semangat Menulis di Blog
Meskipun sudah lama mengenal dan memiliki blog, namun saya belum konsisten menulis disana. Ada masa pasang surut semangat untuk menulis di blog. Alasan yang sering adalah tidak ada waktu khusus untuk menulis di blog. Setelah menikah, biasanya, masa dimana saya berhenti menulis di blog dalam waktu cukup lama adalah ketika saya hamil, melahirkan dan memiliki bayi mungil yang menyita perhatian dan fokus saya.

Bisa punya waktu untuk diri sendiri dan beristirahat saja bagi saya sudah cukup. Jadi saya tidak memprioritaskan untuk mengisi blog. Blog pun menjadi “sarang laba-laba”, akibat terlalu lama tidak diisi. Kadang bisa dalam setahun saya hanya menulis beberapa tulisan saja di blog.
Belajar Konsisten Menulis di Blog
Beberapa waktu terakhir, saya memilih untuk lebih fokus menulis di blog. Belajar untuk menulis di blog dengan tema-tema yang lebih rapi, belajar menyajikan tulisan dalam bentuk yang lebih enak dibaca dan juga informatif. Dan yang terpenting, belajar untuk konsisten menulis di blog. Konsistensi inilah yang menjadi tantangan terbesar bagi saya.
Saat ini sudah banyak komunitas blogger sebagai sarana untuk belajar dan juga saling mengenal dengan blogger lain, salah satunya komunitas Blogger Perempuan. Saya pernah mengikuti tantangan menulis di blog selama satu bulan penuh, yang diadakan oleh Blogger Perempuan.
Selain komunitas blogger, ada juga banyak kelas yang bisa diikuti oleh blogger untuk bisa meningkatkan wawasan dan lebih mengoptimalkan blog mereka. Ada banyak kesempatan untuk belajar menulis di blog lebih baik lagi.
Setia pada Blog

Pada akhirnya, blog menjadi rumah digital saya. Saya ingin merawatnya seperti rumah saya sendiri. Kini, blog tidak hanya sarana saya belajar menulis dan berbagi ide, namun lebih jauh lagi, blog adalah salah satu ruang “me time” bagi saya. Di tengah hiruk pikuk mengurus keluarga, saya memiliki ruang yang lain untuk mengekspresikan diri.
Ruang untuk menjaga kewarasan diri, dan menyampaikan apa yang tidak bisa saya katakan dengan kata-kata. Terkadang, menyampaikan sesuatu dengan tulisan adalah cara yang lebih mudah saya lakukan, dibandingkan harus berbicara secara langsung. Menulis di blog juga bagian langkah kecil saya untuk merangkai jejak. Tentu saja harapannya adalah jejak kebaikan, bukan?
Bersegeralah, karena waktu takkan menantimu
Bergeralah, karena diam berarti kematian
Rini Inggriani