Bicara tentang daerah tempat asal usul saya, berarti berbicara tentang tiga tempat, yaitu Sidoarjo, Bukittinggi, dan tentunya Bandung, kota tempat saya dilahirkan dan dibesarkan, dan juga masih tempat tinggal saat ini.
Ayah saya berasal dari Sidoarjo, sedangkan ibu, berasal dari Bukittinggi. Di daerah minang, berlaku sistem matrilineal, atau dari jalur ibu. Sehingga darah minang pun cukup kental dalam diri saya, hehe. Ditambah kini saya juga bersuamikan lelaki berdarah Minang.
Kali ini, saya akan bercerita tentang salah satu kuliner khas daerah Minang. Sumatera Barat atau daerah Minang, dikenal dengan aneka kulinernya yang menggugah selera. Sebut saja yang terkenal ada rendang, ayam gulai, dendeng balado, dan masih banyak lagi. Rasanya seperti menyebutkan satu persatu menu di rumah makan padang, hehe.
Salah satu kuliner yang legendaris adalah lamang tapai. Ini salah satu kuliner favorit saya. Rasanya unik dan lezat. Ada yang pernah mendengar atau bahkan mencicipinya?
Bagi orang Minang, lamang tapai merupakan salah satu makanan khas, terutama pada hari raya dan acara adat. Perpaduan lamang yang gurih, dan tapai yang sedikit asam, membawa nikmat tersendiri bagi yang menyantapnya.
Untuk mengolah lamang tapai, prosesnya cukup panjang. Butuh kesabaran ekstra.
Lamang merupakan beras ketan yang dimasak dengan santan di dalam bambu muda. Bahan utama lamang adalah beras ketan putih, santan kelapa, daun pandan, serta sedikit garam. Selanjutnya, ketan dicuci bersih dan dimasukan ke dalam ruas bambu muda yang dalamnya dilapisi dengan daun pisang, lalu dibakar dengan bara api. Ruas bambu dijaga agar jangan sampai terbakar.
Sementara untuk tapai merupakan beras ketan hitam, yang dibuat dengan cara memfermentasikan beras ketan dengan ragi.
Cara menyantap lamang tapai juga berbeda-beda di kalangan masyarakat Minangkabau, ada masyarakat yang mengaduk keduanya terlebih dahulu hingga menyatu sebelum disantap.
Ada pula yang mencocol lamang yang diiris tipis pada tapai, cara ini tergantung selera masing-masing. Cara apapun yang dipilih, tetap saja terasa nikmat.
Ada yang ingin mencobanya? 🙂
Bersegeralah, karena waktu takkan menantimu
Bergeraklah, karena diam berarti kematian
Rini Inggriani