Ada banyak kenangan yang tersisa dari masa kecil saya. Baik kenangan yang membuatku bahagia ketika mengingatnya, sedih saat kembali merasakan apa yang dulu pernah dialami, atau dan beribu rasa yang menghampiri.
Selalu ada hal istimewa yang bisa diingat dalam masa kecil. Kali ini saya ingin menceritakan salah satu fragmen ketika saya masih duduk di bangku kelas 6 SD.
Saat itu, saya sudah menyelesaikan ujian nasional SD, dan sedang liburan, menanti pengumuman hasil UN. Suatu sore, teman-teman saya datang ke rumah untuk mengajak saya bermain sepeda. Awalnya saya menolak, sebab sepeda saya sudah tidak bisa dipakai saat itu.
Tapi teman-teman membujuk saya untuk ikut, saya bisa dibonceng oleh teman saya. Akhirnya saya meminta izin ibu untuk pergi bersepeda. Ibu bilang, tidak usah ikut. Di rumah saja. Tapi saya tetap bersikeras untuk ikut teman-teman bersepeda. Akhirnya ibu mengizinkan.
Saya dan teman-teman bersepeda ke komplek perumahan mewah yang tak jauh dari tempat tinggal kami. Disana kompleknya sangat luas dan jalannya juga cukup lebar. Kami bersepeda cukup lama.
Saat itu, kami hendak pulang. Saya masih dibonceng oleh teman saya. Ada dua jalan pulang yang bisa kami tempuh. Satu jalan yang lebih dekat, namun turunannya lebih tajam dan cukup menikung, sementara jalan satu lagi, agak jauh, namun turunannya lebih landai. Saat teman saya bertanya lebih baik lewat mana, saya memilih jalan yang lebih dekat, meskipun lebih curam turunannya.
Teman saya membawa sepedanya ke jalan yang dekat. Kami turun, mulai terasa sepeda meluncur keras, tiba-tiba dari arah bawah, ada sepeda motor. Karena tepat di tikungan, temanku tidak sadar ada motor dari bawah, ia terkejut, lalu membanting stir sepeda ke kiri, dan kami pun terjatuh. Tangan saya sulit digerakkan, karena area siku tergesek aspal dengan keras, aku terkilir, kulit di daerah siku terkelupas. Sedang teman saya lebih beruntung. Hanya celananya yang bergesekan dengan aspal, tidak sampai terluka.
Karena sulit berjalan, saya diantar oleh satpam komplek menggunakan sepeda motor ke rumah. Sampai di rumah, ayah dan ibu saya terkejut. Lalu ibu mencarikan saya tukang urut untuk tangan yang terkilir.
Singkat cerita, alhamdulilah saya membaik, meskipun bekas luka di daerah siku masih ada hingga kini. Satu hal yang saya ingat adalah, saat itu saya menyesal sekali tidak mengikuti kata ibu untuk tetap di rumah. Akhirnya saya terjatuh hehe… Itu selalu saya ingat hingga kini. Hikmah yang luar biasa. 🙂
Jangan abaikan perkataan orangtua, apalagi ibu. 😀
~Bersegeralah, karena waktu takkan menantimu~
~Bergeraklah, karena diam berarti kematian~
Iya mba. Kalau mamaku susah ngelarang, aku takut. Soalnya malah akunya kenapa kenapa.
Toss mbak… Sama nih kita hehe…