Menjadi orang tua memang bukanlah perkara yang mudah. Tidak ada yang namanya sekolah untuk menjadi orang tua. Pada umumnya, saat kita menjadi orang tua, metode yang kita pakai dalam pengasuhan adalah metode yang orang tua kita pakai dulu. Pengasuhan orang tua kita tentu sangat membekas dan menjadi contoh bagi kita dalam mengasuh anak.
Namun, bagaimana jika pola asuh orang tua dulu dirasakan memiliki kekurangan dan kita tidak mau memakai pola asuh tersebut pada anak kita? Di tengah maraknya ilmu parenting yang ada saat ini, kelas-kelas pengasuhan, buku-buku yang membahas mengenai parenting secara lengkap, situs atau media sosial yang juga banyak menyediakan pengetahuan mengenai tips parenting tersedia di sekitar kita, tentu ini menjadi peluang untuk kita belajar banyak mengenai pola pengasuhan terhadap anak. Salah satu situs yang menyediakan artikel parenting yang cukup lengkap untuk dikunjungi yaitu https://id.theasianparent.com/, bisa juga kita mengakses melalui aplikasi the Asianparent yang dapat diunduh di Google Play.

Sebagai ibu dari tiga orang anak, saya merasakan benar bahwa menjadi ibu dan orang tua adalah tanggung jawab yang sangat besar. Saya tidak pernah diajari bagaimana menjadi orang tua yang baik di bangku sekolah atau kuliah. Saya gagap ketika menghadapi ritme yang berubah drastis saat menjadi seorang ibu, yang kadang membuat saya merasa bersalah saat menyadari bahwa masih banyak kekurangan saya sebagai orang tua. Setelah membaca salah satu artikel di situs the Asianparent yang rasanya “saya banget”, ternyata saya tidak merasa sendiri. Setiap orang tua pasti pernah merasa bersalah terhadap anak-anaknya. Artikel lengkap bisa dibaca di https://id.theasianparent.com/merasa-gagal-jadi-ibu.
Di tengah perasaan yang tidak menentu, saya mencoba kembali menata diri. Bertekad untuk berusaha melakukan yang terbaik untuk anak-anak saya. Dengan segala keterbatasan ilmu parenting yang saya miliki, saya coba untuk mulai belajar segala sesuatu dari nol. Menjadikan pengalaman masa lalu saya sebagai pelajaran berharga dalam mendidik anak.
Kita semua tahu, tidak ada orang tua yang sempurna, namun semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Begitupun dengan orang tua saya dulu. Saya tahu, di tengah keterbatasan mereka, sejatinya mereka sudah berusaha untuk menjadi yang terbaik. Kekurangan mereka dulu, menjadi bekal untuk saya dalam mengasuh anak saya saat ini.
Saat ini, saya sedang membangun simpul-simpul ikatan dengan ketiga anak saya. Siapa sih yang tidak ingin tetap dekat dengan anaknya, meskipun anak mereka sudah dewasa, bahkan sudah berkeluarga? Ada banyak cerita mengenai hubungan anak dan orang tua yang justru semakin merenggang seiring dengan berjalannya waktu. Konflik yang semakin pelik, perasaan kedua belah pihak yang merasa tidak nyaman satu sama lain, dan persoalan mengenai luka pengasuhan yang tak jarang membuat sang anak semakin berjarak dengan orang tua.

Saya ingin menjadi orang tua yang bisa membersamai anak-anak dengan baik. Tetap dekat dengan anak hingga mereka dewasa. Ya, disinilah saya saat ini. Sedang menyusun simpul-simpul ikatan yang kelak bisa menjadi bekal saya untuk mendampingi mereka. Menemani mereka belajar dan bermain, menyediakan waktu dan diri untuk mereka, baik secara kualitas maupun kuantitas. Tidak mudah untuk bisa menata emosi setiap harinya. Adakalanya saya lepas kendali, tidak bisa menahan diri dan bersabar dalam membersamai anak-anak. Apalagi jika ketiganya sedang menuntut perhatian yang lebih.
Ada beberapa hal yang saya biasakan saat menjadi orang tua bagi ketiga anak saya. Pertama, saya selalu membiasakan diri untuk meminta maaf pada anak, jika saya memang sudah melakukan kesalahan. Jujur, saya merasa sangat kaku untuk meminta maaf terlebih dahulu, apalagi pada anak. Dulu, di keluarga saya, sangat jarang orang tua meminta maaf kepada anak. Biasanya, anak yang meminta maaf pada orang tua. Karena tidak terbiasa, pada awalnya saya kaku untuk meminta maaaf pada anak. Belum ditambah dengan ego sebagai orang tua yang merasa paling benar dan paling berhak melakukan apapun pada anak. Semakin sering membiasakan meminta maaf pada anak, saya mulai terbiasa, dan berharap anak-anak kelak akan menjadi pribadi yang tidak malu mengakui kesalahan dan juga mau meminta maaf saat mereka melakukan kesalahan.
Kedua, saya membiasakan untuk mengucapkan kalimat sayang dan memberi anak-anak pelukan hangat setiap harinya. Lagi-lagi, hal ini tidak biasa dilakukan di keluarga saya dulu. Ungkapan sayang, jarang sekali dilontarkan, sehingga saya merasa malu dan risih untuk mengungkapkan perasaaan sayang. Belajar dari pengalaman saya dulu, maka saya membiasakan untuk mengungkapkan perasaan sayang dan memeluk anak-anak sesering mungkin. Selama anak-anak masih mau dipeluk, maka peluklah mereka dengan erat. Kelak, ada saatnya mereka enggan dipeluk seperti saat mereka kecil, bukan? Dan waktu anak-anak kecil takkan pernah terulang lagi.

Ketiga, saya membiasakan diri untuk tidak membanding-bandingkan anak yang satu dengan anak yang lain. Wah, ternyata, tidak membanding-bandingkan anak itu tidak semudah kata-kata yang sering sayan dapatkan dalam kelas parenting, atau artikel di media sosial. Seringkali kita sebagai orang tua merasa wajar ketika membandingkan anak satu dengan anak lain, terutama jika tujuannya untuk memotivasi anak agar bisa mengikuti saudaranya yang dianggap lebih baik oleh orang tua. Padahal, ketika anak dibanding-bandingkan dengan yang lain, ada perasaan tidak percaya diri yang kelak akan muncul dari dalam diri anak. Memotivasi anak tentu saja diperbolehkan, namun pastikan kita sebagai orang tua melakukannya dengan cara yang bijak.
Ketiga hal tersebut adalah sesuatu hal yang kecil yang coba saya biasakan sehari-hari. Hal kecil yang nampak mudah, namun ternyata bagi saya, butuh usaha yang cukup keras juga untuk konsisten melaksanakannya. Saat sedang lelah, saya kembali mengingat, bahwa saya sedang membangun simpul-simpul ikatan dengan anak. Semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak kita ya.
Kalau teman-teman, apa sih hal kecil yang ingin dibiasakan ketika bersama anak?