Cita-cita Masa Kecil
Apa cita-citamu saat kecil dulu?
Menjadi presiden, dokter, atau astronot?
Hingga menjelang pendaftaran SPMB, saya masih belum memutuskan pilihan kedua apa yang akan saya ambil. Ngobrol dengan beberapa teman, mereka menyarankan ambil pilihan kedua jurusan biologi atau farmasi. Kata mereka, biasanya yang ambil pilihan pertama fakultas kedokteran, pilihan kedua yang dekat dengan biologi atau farmasi. Pada awalnya, saya memilih untuk mengambil biologi sebagai pilihan kedua saya. Namun, setelah saya berkonsultasi dengan orang tua saya, ayah saya menyarankan untuk mengambil farmasi sebagai pilihan kedua.
Sejak kecil, cita-cita saya ingin menjadi dokter. Terdengar klise ya. tapi, cita-cita ini tetap setia menemani saya hingga saya duduk di bangku SMA. Saat naik ke kelas 3 SMA, saya sudah punya satu pilihan jurusan, yaitu fakultas kedokteran. Sedangkan untuk pilihan kedua, saya sama sekali tidak ada ide. Mau memilih dua-duanya fakultas kedokteran, rasanya ‘gak mungkin, saya sadar dengan kemampuan diri, hehehe…
Jalan Hidup yang Berbeda
Menjelang pendaftaran SPMB, saya dan beberapa teman dekat saya pergi ke klinik Bumi Medika Ganesa, untuk mendapatkan surat keterangan bebas buta warna. Kami cukup banyak berbincang dengan dokter yang memeriksa kami. Mengenai pilihan jurusan yang akan kami ambil, dan juga universitasnya. Ada beberapa rekomendasi universitas dengan fakultas kedokteran yang beliau sarankan pada saya dan salah seorang teman saya yang juga berencana memilih fakultas kedokteran. Beberapa fakultas kedokteran yang beliau sarankan ada yang berlokasi di Jakarta, Malang, dan Surabaya. Saya dan teman saya akhirnya ngobrol tentang rekomendasi dokter ini. Setelah berkomunikasi dengan orang tua kami, kami memutuskan menuliskan pilihan pertama di SPMB adalah fakultas kedokteran yang ada di universitas di Surabaya. Alasan kami memilih disana pun sama, kami berdua memiliki saudara yang tinggal di Surabaya. Pilihan pertama kami sudah ada di luar regional tempat kami ujian SPMB, sehingga sesuai ketentuan, pilihan kedua haruslah berada di regional yang sama dengan tempat kami ujian. Jadilah, ITB menjadi pilihan kedua kami. Saya memilih farmasi, dan teman saya memilih biologi menjadi pilihan kedua.
Ujungnya pasti ketebak, ya… Saya keterima di pilihan kedua, di Farmasi ITB. Makanya saya bisa gabung di komunitas Mamah Gajah Ngeblog, hehehe. Dan teman saya juga keterima di pilihan keduanya, jurusan biologi. Kami berdua “terdampar” di ITB. 🙂
Berjuang di ITB
Ayah saya termasuk orang yang sangat senang ketika saya diterima di ITB, karena memang sejak awal, ayah menginginkan saya masuk ITB. Sedangkan ibu saya, menginginkan saya menjadi dokter, tapi tentu saja beliau tetap senang saat anaknya diterima di ITB. Justru sayalah yang harus berjuang untuk menerima, bahwa saya tidak bisa menjadi dokter.
Mentransformasi cita-cita saya yang sejak kecil ingin menjadi dokter, lalu pilihan takdir membawa saya untuk berada di jurusan farmasi, bagi saya bukanlah suatu hal yang mudah. Apalagi pada awalnya saya belum mendapatkan gambaran mengenai farmasi dengan jelas, hanya sekedar bertanya pada kakak kelas yang sudah kuliah di jurusan farmasi. Saya belum begitu terbayang, apa yang akan saya lakukan setelah lulus dari jurusan farmasi.
Hingga suatu saat, ada obrolan yang cukup membuat saya tersadar. Obrolan dengan teman-teman satu kelas dulu. Bercandaan kami, kalau anak farmasi itu biasanya ada dua tipe, satu tipe yang memang ingin masuk farmasi, dan tipe kedua adalah tipe “buangan” dari fakultas kedokteran, atau teknik kimia. Ada seorang teman saya, laki-laki, dia berkata, “Pilihan pertama saya Teknik Industri ITB, pilihan kedua adalah Farmasi ITB. Saya keterima di pilihan kedua, tapi bagi saya, itu bukan “buangan”. Itu adalah tempat terbaik yang Allah kasih buat saya saat ini.”
Jleb! Merasa ditampol dong, saat mendengar kalimat teman saya itu. Saya tahu persis bagaimana perjuangan teman saya itu untuk bisa kuliah di Bandung. Rasanya saya tidak akan sekuat dia jika ada di posisi sepertinya. Dari percakapan itu, saya mulai menyemangati diri, dan menata ulang cita-cita saya ke depan. Dan itu saya lakukan selama saya kuliah di jurusan farmasi. Tidak cukup sebulan dua bulan.
Setelah lulus pendidikan apoteker, seperti kebanyakan fresh graduate, saya mencoba mengirimkan lamaran pekerjaan, industri maupun rumah sakit. Tahun 2011 saya diterima bekerja di salah satu rumah sakit swasta di Bandung, dan berhenti saat saya melahirkan anak pertama saya di awal tahun 2014.
Hal yang Disyukuri
Setiap peristiwa pasti ada hikmahnya, bukan? Selama empat tahun kuliah S1 Farmasi, dan 1 tahun pendidikan profesi apoteker di ITB, saya berusaha menggali hikmah, kenapa sih Allah kasih saya disini? Meskipun saat ini saya sedang tidak berkecimpung di dunia kefarmasian, setidaknya ada beberapa hikmah dan hal yang saya syukuri, saat jalan hidup membawa saya harus “terdampar” di Farmasi ITB.
Pertama, saya dapat jodoh anak labtek sebelah, hehehe. Ini hikmah bukan, sih? Meskipun sebenernya sejak SMA saya juga sudah mengenalnya, dan sempat satu kelas juga 🙂
Dapat teman hidup anak Teknik Elektro ITB. Sama-sama lulusan ITB, jadi sedikit banyak nyambung kalau bahas kampus dan segala hal yang berhubungan dengan ITB, seperti pemilu IA ITB kali ini.
Kedua, saya dapat kesempatan menulis buku solo pertama di tahun 2016, tentang jurusan farmasi. Dengan bekal kuliah selama lima tahun di jurusan farmasi, saya bisa menyelesaikan buku tersebut, dan jadi salah satu milestone penting dalam hidup saya. Alhamdulillaah…
Ketiga, saya bisa tetap berada di Bandung, dekat dengan orang tua saya. Saat terjadi masa-masa sulit pada keluarga saya, saya bisa membantu dari dekat, bersama mengatasi permasalahan yang ada.
Keempat, salah satu hal yang saya syukuri bisa kuliah di ITB adalah bisa gabung dengan ITB Motherhood, support group yang luar biasa untuk saya. Sejak menikah di Desember 2012, tidak lama kemudian saya gabung di ITB Motherhood. Saya banyak belajar dari grup ini. Bagaimana menghadapi masalah-masalah yang terjadi dalam peran sebagai istri, anak, ibu, dan juga “lulusan ITB” yang tentunya banyak ekspektasi dari sekitar. ITB Motherhood menjadi teman saya dalam bertumbuh dan berkembang pasca lulus dari Ganesa 10. Apalagi saat ini banyak sekali sub grup yang sesuai dengan minat anggota ITB Motherhood. Semakin banyak tempat untuk mengasah kemampuan dan energi yang terpendam dalam diri. Hehehe 🙂
Sepertinya masih banyak hikmah dan hal yang bisa saya syukuri. Percayalah, sesuatu yang kita anggap baik bagi kita, bisa jadi menurut Allah bukan yang terbaik. Namun ketentuan-Nya sudah pasti yang terbaik.
Semangat untuk menjemput takdir terbaik!
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Maret 2021 dengan tema Kenapa Memilih Jurusan Masing-masing.
Waaah, masya Allah Rini sampai publish buku #love
Barakallaaah!
Teh sansan apa kabar iih? Aamiin… Teh sansan udah banyak malah karyanya… 🙂 Udah lama pisan ya teeh ga ketemu… Sehat2 teteh dan keluarga disana yaaa 🙂
Masya Allah teh kerenn, gimana awalnya bisa jadi nerbitin buku tntang Farmasi? Secinta itu yaaa sama Farmasi 😀
Wah keren teh Rini sampai keluarin buku solo soal jurusan. Banyak juga ya yg dapet jodoh sekampus. Aku bersyukur juga masuk ITB motherhood, banyak manfaat dan bisa sampai berdiri MGN juga, Alhamdulillah
Hihi alhamdulillaah teeh… Iya ya… Teh Andin jadi bisa bikin MGN 🙂
MashaAllah kereeen teh, kita mah submit tulisan tantangan, teteh mah udah publish buku tentang jurusan hihihi, udah beda level.
Saya jadi inget dulu pas ikut diklat calon medik OSKM, dibilangin senior medik ‘yang dulunya mau masuk kedokteran tapi terdampar di ITB mending ikut camedik aja deh.’ saking banyak kayaknya anak ITB yang terdampar dari pilihan pertama kedokteran.
Waaw, anak Farmasi yg hobi nulis,hebat! Seru ceritanya, at the end memang yg kita jalani ini udh ketetapan Allah ya teh, tugas kita adalah menjalani sebaik-baiknya. Barakallah, teh Rini. Produktivitas menulisnya inspiring sekali
Iya teeeh… Pada akhirnya memang apa yang Allah kasih, pasti itu yang terbaik yaa.. kadang kitanya aja suka denial wkwkwkw….
Andai dulu saya tahu kalau ada jurusan Farmasi dan itu jurusan pun gak jauh dari kimia, mungkin saya akan pilih farmasi ya..
Saya ambil mata kuliah pilihan di Farmasi yaitu Toksikologi. Waktu itu mahasiswa yang ambil mata kukiah itu hanya 5 orang.
Selamat untuk buku solo nya.
Hihi ibuu…. Waah toksikologi… Iya ya bu.. banyak calon mahasiswa kurang tahu ada jurusan apa aja di kuliah…. Belajar apa….hehe.. makasi ibuu…
Setuju teh, saya juga meski jadi irt sejak punya anak, tapi banyak hikmah yang didapatkan karena kuliah di itb 🙂
Hihi, sama ya Teeh… Kuliah di ITB itu memang membentuk pola pikir ya teh…
punten saya salfok … itu bukunya masuk dalam seri tentang cerita jurusan-jurusan kuliah gitukah? Ada jurusan-jurusan lain juga yang dibukukan? Kok keren ya … saya baru tau ini … udah cocok belum yaa dibaca anak SMP-SMA sebagai bekal mereka, hihhii
Hai teteeh… Iya teh, bukunya masuk dalam seri jurusan-jurusan kuliah giti teh… Ini bareng Bu Hani MGN juga.. beliau nulis arsitektur… Bisa kok teh buat dibaca anak SMA gitu.. beberapa kali saya ngadain giveaway di ig dengan hadiah buku ini. Untuk temen2 SMA. 🙂
kereen sampe bisa publish buku, pengen baca dehhh..
Alhamdulillaah teteeh…. Nuhuun…. 🙂
Waah sama yaaa…. Toss! Hehe..alhamdulillah ya dikasih tempat yang terbaik sama Allah pasti… 🙂
Sekalinya menulis buku langsung solo dan tentang dunia farmasi.. kalau jari jempol semua, semuanya untuk Rini :). Barakallah ya..
Kereen banget sampai jadi buku! Pasti ini bermanfaat banget untuk anak2 SMA yang sedang galau memilih jurusan. Selamat Teh, ditunggu karya selanjutnya
Keren banget teh sampai bisa keluarin buku tentang farmasi ❤️
Alhamdulillaah teeh… 🙂 Nuhuun
Lihat postingan ini jadi teringat masa lalu hihi.
Dulu ketika lulus SMA pingin sekali Kuliat di ITB, tapi ya karna suatu hal nggak terlaksana cita-cita wkwkwk.
Kalau punya kesempatan kuliah di situ harus gunakan sebaik mungkin, karena di luar saya bayak yg punya keinginan tapi nggak tercapai.
hihi, iya, Mas, alhamdulillaah… Jalan apapun, insya Allah yang terbaik ya. 🙂