2020, 2021, 2022…
Sudah dua tahun pandemi Covid. Dan sudah 2 kali Ramadan kita melewati puasa di tengah pandemi. Dan kini, masuk Ramadan ketiga masih di suasana pandemi. Meskipun saat ini kasus Covid sudah jauh menurun, dan aktivitas sudah mulai seperti biasa, meskipun tetap dengan protokol kesehatan.
Ramadan yang Tak Biasa
Dua kali Ramadan, dua kali kita mengalami Ramadan yang tak biasa. Mengapa tak biasa?
Karena saat itu, pemerintah mengeluarkan anjuran untuk melaksanakan ibadah di rumah saja. Shalat tarawih yang dilakukan di rumah, bahkan shalat ied yang juga dilakukan di rumah. Masjid-masjid sepi, hampir semua masjid menyelenggarakan kajian atau agenda Ramadan secara online. I’tikaf pun tidak ada. Tahun lalu, ada beberapa masjid yang menyelenggarakan i’tikaf, dengan peserta yang dibatasi jumlahnya.
Tidak ada keramaian dan semarak Ramadan seperti biasanya. Kalau Ramadan di hari biasa, ada banyak acara yang dilaksanakan untuk memeriahkan suasana Ramadan. Semua masjid berlomba melaksanakan kegiatan Ramadan, hingga rasanya semua bersuka cita menyambut bulan mulia ini.
Setiap sore hari, banyak terlihat orang-orang yang “ngabuburit” untuk mencari makanan berbuka, shalat tarawih dan khutbah yang dinanti, hingga i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.
Tantangan Ramadan di Tengah Pandemi
Pandemi mengubah segalanya. Kita diminta untuk beribadah di rumah. Rumah sebagai pusat aktivitas kita. Pada awalnya, saya merasa “jetlag”, ketika semua kegiatan harus dilakukan dari rumah. Ya, walaupun memang biasanya pun saya lebih banyak beraktivitas di rumah, namun menjalankan puasa Ramadan dan seluruh aktivitas di rumah, adalah sesuatu yang baru bagi saya.
Saya merasa sepi, dan juga tidak menemukan semangat Ramadan seperti biasanya. Kalau dulu, kemana kaki melangkah, akan ada gebyar Ramadan. Apapun itu bentuknya. Bahkan di komplek perumahan sekalipun. Saya dan keluarga harus mengondisikan suasana Ramadan di rumah, agar anak-anak tak kehilangan makna Ramadan, dan tak kehilangan keistimewaan Ramadan.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana memotivasi diri untuk tetap bersemangat menjalankan aktivitas ibadah di bulan Ramadan, meskipun banyak acara yang dilakukan secara online. Buat saya ini tidak mudah, karena saya biasanya lebih semangat ketika lingkungan mendukung, hehehe.
Selain itu, biasanya Ramadan juga banyak yang menyelenggarakan buka bersama. Saat pandemi? Acara buka bersama dengan orang selain keluarga inti adalah salah satu kegiatan yang dihindari, untuk memutus rantai penularan Covid. Padahal biasanya saat acara buka bersama adalah salah satu momen untuk bertemu dengan teman, atau kerabat yang sudah lama tidak bertemu.
Tak terkecuali dengan mudik. Agenda rutin tahunan ini menjadi sesuatu yang tidak bisa dilakukan selama dua tahun terakhir. Pemerintah melarang warganya untuk mudik, untuk menjaga agar tidak terjadi penyebaran virus yang lebih luas.
Ramadan Tahun Ini
Ramadan tahun ini, aktivitas sudah mulai dilaksanakan kembali. Shalat tarawih sudah diperbolehkan di masjid, pemerintah pun sudah mengizinkan untuk mudik, meskipun ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Puasa di Ramadan kali ini pun sudah hampir seperti tahun-tahun sebelum pandemi.
Pandemi mengajarkan kepada saya, bahwa bagaimanapun kondisinya, bulan Ramadan adalah bulan yang harus diperjuangkan untuk dapat dioptimalkan seluruh waktunya. Mau di tengah pandemi atau tidak, puasa harus tetap semangat. Begitupun dengan aktivitas ibadah yang lainnya. Karena motivasi terbesar adalah apa yang muncul dari dalam diri, bukan?
Bersegeralah, karena waktu takkan menantimu
Bergeraklah, karena diam berarti kematian
Rini Inggriani